Pengadilan tinggi PBB memerintahkan Israel untuk ‘segera’ menghentikan operasinya di Rafah
Pengadilan tinggi PBB telah memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militer kontroversialnya di kota Rafah di Gaza selatan. Yang semakin meningkatkan tekanan internasional terhadap Israel atas perangnya melawan Hamas.Israel memulai serangan darat terbatas di Rafah pada tanggal 7 Mei. Mengabaikan seruan komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat, untuk tidak melanjutkan serangan tersebut.
Lebih dari satu juta warga Palestina berlindung di Rafah sebelum Israel memulai operasinya, namun pengadilan mencatat bahwa sekitar 800.000 orang telah mengungsi.
Saat memasuki Rafah, militer merebut perbatasan kota tersebut dengan Mesir. Yang hingga saat ini masih di tutup. Penyeberangan tersebut merupakan pintu masuk penting bagi bantuan kemanusiaan.
Pengadilan memerintahkan Israel untuk membuka penyeberangan Rafah untuk bantuan kemanusiaan dan mengatakan bahwa mereka menemukan bahwa evakuasi dan kondisi kehidupan yang disediakan oleh Israel tidak “cukup untuk mengurangi risiko besar yang di hadapi oleh penduduk Palestina”.
Pengadilan tinggi PBB memerintahkan Israel hentikan operasinya
Keputusan pengadilan bersifat final dan mengikat, namun ICJ tidak memiliki mekanisme untuk menegakkannya, dan keputusan tersebut telah di abaikan di masa lalu.
Naftali Bennett, Perdana Menteri Israel ke-13, menulis di X, yang sebelumnya di kenal sebagai Twitter. Bahwa “Mahkamah Internasional baru saja memberikan METODE SEMPURNA UNTUK MENGHINDARI PEMBUNUHAN” kepada setiap organisasi teror di dunia.
Hamas menyambut baik perintah tersebut dalam sebuah pernyataan. Namun mengatakan pihaknya memperkirakan hal itu akan berlaku untuk seluruh Jalur Gaza. Dan menekankan bahwa situasi di Jabalya dan kota-kota lain sama mengerikannya dan memerlukan perhatian serupa.
Afrika Selatan mengajukan permintaan mendesak pada tanggal 10 Mei untuk tindakan tambahan terhadap Israel. Menuduh Israel menggunakan perintah evakuasi paksa di kota Rafah di Gaza selatan untuk “membahayakan daripada melindungi kehidupan warga sipil.” Permintaan tersebut merupakan bagian dari kasus yang lebih besar yang di ajukan oleh. Pretoria terhadap Israel di mana Afrika Selatan menuduh Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina selama konflik yang telah berlangsung selama tujuh bulan tersebut.